REAKSI BANDUNG- Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Jawa Barat Yunandar Rukhiadi Eka Perwira mengkritisi program Petani Milenial. Sejak diluncurkan pada tahun 2021 lalu, kata Yunandar, program tersebut hanya bersifat gimmick.
“Program ini hanya gimmick, artinya gimmick itu bukan sesuatu yang buruk tapi untuk menarik peminat saja,” kata Yunandar kepada media.
Menurut Yunandar, program tersebut sudah salah desain sejak awal. Sebab, program Petani Milenial seolah membuat semua orang bisa jadi petani dengan proses yang singkat.
Padahal, lanjut dia, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2018 diamanatkan bahwa regenerasi petani yaitu memberikan fasilitas yang cukup bagi anak petani khususnya untuk sektor pertanian modern.
“Agar suatu saat mereka bisa kembali jadi petani meneruskan keluarga itu hasil penelitian dan sudah masuk regulasi. Sayangnya aturan gak dibaca eksekutif. Saya sudah bilang pada 2020 ada panduan tentang petani milenial, tapi yang terjadi seolah semua orang bisa jadi petani,” tuturnya.
Yunandar juga menyoroti proses inagurasi program Petani Milenial yang dilakukan pada Maret 2022 di Bogor. Menurutnya, para peserta program hanya diimingi kisah petani sukses yang bukan jebolan program tersebut.
“Mereka diimingi bisa sukses dengan contoh orang yang sudah sukses. Jadi saya lihat hanya sekedar perekrutan, pelatihan, mereka diinagurasi seolah sudah jadi petani. Ini sudah kami bahas berkali-kali,” ucapnya.
Menurutnya, persoalan gagal bayar oleh offtaker juga mengindikasikan program tersebut tak dipersiapkan secara matang.
“Namanya offtaker itu apalagi cuma satu kalau ada gagal beli artinya sistem program ini gak baik, harusnya ada alternatif offtaker,” katanya.
Yunandar menambahkan, idelanya program tersebut bisa membentuk ekosistem pertanian yang mencakup seluruh sektor dari mulai pembibitian, perbankan, buyer, konsultan dan kebutuhan lainnya.
“Desain awalnya sudah tidak tepat. Itu hanya program gimmick sekaligus hanya mengulang program yang sudah ada yang sifatnya memberikan dukungan fasilitas sementara. Padahal selevel pemerintah harusnya membuat ekosistem, long life dan long term,” jelasnya. (*)