Oleh Friendy Sianipar
REAKSI JAKARTA – Pemerintah meyakini bahwa program Transmigrasi merupakan salah satu perwujudan pengentasan pegangguran dan kemiskinan. Program ini juga sekaligus menopang pertumbuhan ekonomi nasional yang mampu mewujudkan peradaban kesejahteraan kepada para pesertanya.
Menteri Transmigrasi Iftiah Sulaiman Suyanagara mengatakan, sejak awal merdeka, para pendiri negara (Founding Fathers) sudah melihat Transmigrasi sebagai salah satu solusi untuk mengatasi kepadatan penduduk yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Program Transmigrasi itu katanya, berawal dari gagasan Wakil Presiden Bung Hatta untuk memindahkan penduduk sebagai tenaga kerja guna menopang industrialisasi besar-besaran ke depannya.
Kemudian, Presiden Soekarno menyambut program tersebut. Ketika menghadiri Musyawarah Gerakan Transmigrasi di Jakarta pada tahun 1964, Soekarno dengan tegas menyebutkan, transmigrasi adalah soal hidup-mati kita sebagai bangsa.
“Dari gagasan dan dukungan itu, maka pada 12 Desember 1950 pemerintah merealisasikan perpindahan penduduk. Rombongan pertama yang ditempatkan adalah 50 Kepala Keluarga Transmigran. Mereka berasal dari Jawa Tengah dan ditempatkan ke Lampung dan Sumatera Selatan,” kata Iftiah
Ia mengatakan, program Transmigrasi pernah menjadi primadona di masa lalu karena anggaran Departemen Transmigrasi ketika itu pernah mencapai sembilan persen dari APBN, dengan kemampuan menempatkan 50 ribu kepala keluarga per tahun. Dari program transmigrasi ini, katanya melanjutkan, tercatat sudah ada 2,2 juta kepala keluarga atau 9,1 juta jiwa yang ikut program transmigrasi. Mereka ditempatkan di 3.606 Satuan Pemukiman di 619 Kawasan Transmigrasi.
Melalui sentuhan sejumlah program pemberdayaan dan pengembangan di Kawasan Transmigrasi, kini daerah daerah itu telah maju dan berkembang dan menjadi 1.567 Desa Definitif, 466 Ibukota Kecamatan, 116 Ibukota Kabupaten dan 3 Ibukota Peovinsi.
“Selain itu sudah banyak tokoh nasional, kepala daerah, anggota parlemen, perwira TNI/Polri dan akademisi yang lahir dan besar dari keluarga transmigran. Tapi sayangnya, karena mengutamakan kuantitas migrasi penduduknya, maka kualitas transformasi kesejahteraan dan persatuannya sedikit terabaikan. Akibatnya, ada dampak sosial yang mengarah ke isu ‘Jawanisasi’,” ujarnya
Selain itu, kata Iftiah saat ini transmigrasi disalahpersepsikan sebagai simbol pemerintahan lama yang direformasi. Pada tahun 2000, pemerintah menutup program transmigrasi umum, bahkan mengganti nama transmigrasi menjadi mobilitas sosial.Sejak saat itu tugas dan fungsi transmigrasi difragmentasi di tingkat Direktorat Jenderal.
Namun pada 21 Oktober 2024, Presiden Prabowo Subianto meningkatkan lagi Direktorat Jenderal Transmigrasi pada level Kementerian. Transmigrasi menemukan relevansinya di Delapan Butir Asta Cita yang merupakan visi dan misi presiden dan wakil presiden periode 2024-2029. Harus diakui masih banyak potensi sumber daya alam Indonesia yang belum dikelola optimal. Sebagian besar berada di luar Pulau Jawa dan Bali.
Ia mengatakan, kebutuhan untuk membangun Ketahanan Pangan, air dan energi, juga menjadi tantangan yang perlu dijawab dalam konteks ketahanan bangsa. Selain itu, kita menghadapi tantangan demografis berupa besarnya jumlah angkatan kerja usia produktif yang belum seluruhnya bisa diserap oleh lapangan kerja. Jika tidak diatasi, bonus demografi ini bisa menjadi bencana.
“Untuk bisa sejahtera dan merata Indonesia juga membutuhkan sumber-sumber pertumnuhan ekonomi baru yang tidak semata-mata tergantung pada cadangan sumber daya mineral yang terus berkurang. Kekayaan hutan tropis kita juga tidak bisa terus-menerus dibiarkan berkurang akibat pendekatan industri yang ekstraktif. Untuk itu, di tengah ancaman krisis pangan, air dan energi global, perubahan demografi dan dinamika geopolitik, maka urgensi reformasi program tramsigrasi menjadi semakin nyata,” kata Iftiah. (***)