REAKSI JAKARTA – Hubungan kerja antar satu Direktorat Jenderal dengan Direktorat Jenderal lainnya di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja tampaknya tidak saling bersinergi melakukan gebyar pengentasan pegangguran serta menangani persoalan ketenagakerjaan atau hubungan industrial. Masing masing Ditjen saling membawa programnya, bahkan tercipta egoisme anggaran.
Anehnya lagi, hampir tidak ada estimasi data kebutuhan pasar kerja tiap tahun sehingga pelatihan dan penempatan tenaga kerja di dalam dan luar negeri hanya berbasis “melihat keadaan” dan melihat perkembangan ketenagakerjaan lainnya.
Menanggapi hal itu, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afrinasyah Noor berjanji akan mendiskusikan hal itu dengan masing masing Dirjen untuk dibahas bersama Menaker Ida Fauziah.
“Saya akan memanggil masing-masing Dirjen untuk berdiskusi bersama bu Menteri mengenai kondisi di Kemnaker ini. Memang kita ingin semua program pelatihan, penempatan, pengawasan dan penanganan hubungan industrial bisa saling bersinergi sehingga ouputnya menjadi satu kesatuan atas nama kementerian ketenagakerjaan,” kata Afriansyah saat coffee morning sekaligus berdialog bersama Forum Wartawan Kementerian Ketenagakerjaan (Forwakwer), Senin (14/11/2022). Hadir dalam acara itu Kepala Biro Humas Kemnaker Chairul Harahap.
Program penanganan ketenagakerjaan itu hendaknya dimulai dari Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan (Barembang). Sebab Badan inilah yang memiliki data melalui penelitian, perencanaan dan pengembangan tenaga kerja secara nasional. Data itu selanjutnya diolah untuk memperoleh jenis pelatihan apa yang dibutuhkan di dunia industry, berdasarkan informasi penempatannya. Setelah itu, pembinaan hubungan industrial dan pengawasan tenaga kerja bisa saling bersinergi ketika ada pelanggaran norma hukum ketenagakerjaan.
Afriansyah mengatakan, persoalan harmonisasi antar Ditjen itu bukan saja terjadi di Kemnaker saja, tetapi hal itu bisa terjadi di hampir seluruh Kementerian. Meski demikian, katanya melanjutkan, dirinya akan mendiskusikan hal itu kepada Menaker agar visi – misi Kemnaker bisa menjadi satu kesatuan yang kuat saat mewujudkan penanganan ketenagakerjaan.
Sebagaimana diketahui, visi Kemnaker adalah “Terwujudnya Tenaga Kerja yang Produktif, Kompetitif dan Sejahtera”. Kemudian misinya adalah Perluasan Kesempatan Kerja dan Peningkatan Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja serta Penguatan Informasi Pasar Kerja dan Bursa Kerja.
Antisipasi PHK
Pada kesempatan itu, Politisi Partai Bulan Bintang itu juga menyebutkan sejumlah langkah antisipasi kemungkinan terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja akibat issu krisis global. Issu yang berkembang saat ini adalah PHK bakal terjadi di sejumlah perusahaan padat karya seperti di industri tekstil, garmen dan alas kaki.
“Kami sedang memantau perkembangan issu gelombang PHK ini, sekaligus menyiapkan sejumlah langkah antisipasinya. Pemerintah tetap berusaha mencegah dan menghindari gelombang PHK. Kalau memang PHK itu tidak bisa dicegah maka perusahaan harus melakukan beberapa langkah sebelum terjadi PHK,” katanya
Afriansyah menyebutkan, sejumlah langkah yang dipersiapkan untuk mengantisipasi PHK adalah dengan cara menghentikan produk impor, sehingga produk dalam negeri bisa diekspor. Terkait itu, ia mengaku telah mengusulkan agar Kementerian Perdagangan membuat peraturan mengurangi barang impor. Kemudian cara lain mengantisipasi PHK adalah mengurangi jam kerja dan meningkatkan kompetensi pekerja melalui pelatihan (upskill). Antisipasi lainnya adalah meminta serikat pekerja untuk meningkatkan komunikasi bipartit dengan pihak perusahaan.
Acara coffee morning itu membicarakan banyak hal tentang ketenagakerjaan. Selain rencana mengharmonisasi antar Ditjen dan antisipasi PHK, pertemuan itu juga membahas sejumlah issu krusial yang tengah mencuat saat ini, yakni, rencana kenaikan upah minimun 2023 dan pertemuan G20 yang tengah berlangsung di Bali saat ini.
Terkait rencana kenaikan UMP 2023, Afriansyah menyebutkan adanya usuakn dan permintaan kalangan serikat pekerja untuk menaikan UMP 2023 sebesar 13 persen. Menanggapi itu, ia mengatakan ususlan itu sah saja, tetapi pasti ada perusahaan yang tidak mampu membayarnya.
“Kita harus mengedepankan kepentingan nasional. Rumusan kenaikan UMP itu sudah tertera dalam PP No. 36/2021 tentang Pengupahan. Dalam PP tersebut disebutkan, kenaikan upah minimum dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, paritas daya beli dan kondisi ketenagakerjaan di daerah setempat. Jadi ini yang menjadi pegangan pemerintah sebagai dasar perhitungan kenaikan umpah minimum,” katanya. (*)